Saturday, August 16, 2014

PIERRE TENDEAN : Muda, Cerdas dan Tampan



Manusia tidak dapat menyelami apa yang Allah kerjakan dari awal sampai akhir.
Bahkan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia pun, dalam beberapa kejadian kita akan selalu bertanya-tanya mengapa Tuhan mengijinkan hal-hal itu terjadi.

Memperingati kemerdekaan RI yang ke-69, saya diingatkan kembali pada sosok pahlawan yang dulu sempat saya idolakan saat masih duduk di bangku SD.
Beliau adalah ...
Yup, beliau yang berparas tampan ini adalah Kapten (Anumerta) Pierre Tendean, salah satu dari 7 Pahlawan Revolusi.

Bagi anak bangsa yang lahir di era Orde Baru, pasti akan sangat familiar dengan sosok ini. Tapi sejak film G30S tidak lagi ditayangkan di televisi sejak 1998, dan buku-buku sejarah mengalami perubahan konten, mungkin tidak banyak yang mengenal kiprah beliau semasa hidup. Oleh karena itu akan saya berikan sedikit informasi tentang beliau, disadur dari berbagai sumber.

Nama                          : Pierre Andries Tendean
TTL                              : Jakarta, 21 Februari 1939
Agama                         : Kristen Protestan
Kebangsaan                 : Indonesia
Tinggi/ berat               : 176 cm/ 65 kg
Keluarga                      : dr. A.L. Tendean (asal suku Minahasa, Sulawesi Utara)
  Marie Elizabeth Cornell (wanita keturunan Perancis-Belanda)
              Mitze Farre Tendean (kakak perempuan)
              Rooswidiati Tendean (adik perempuan)
Riwayat pendidikan    : SR Kintelan
  SMPN 1 Semarang
  SMAN Bagian B Semarang
Akademi Militer Jurusan Teknik (Atekad) angkatan VI, Bandung (1958-1961)
  Sekolah Tinggi Intelijen Negara/ STIN, Bogor (1963)
Karir militer                  : Kesatuan Zeni Tempur Operasi Saptamarga di daerah Sumatra Timur yang sedang terjadi pemberontakan PRRI/Permesta, dengan pangkat Kopral Taruna.
Komandan peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan (1962).
Anggota Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (agen intelijen saat konfrontrasi Indonesia-Malaysia, tahun 1963).
Ajudan Menko Hankam/Kepala Staff ABRI Jenderal A.H. Nasution (1965).

Jika kita hanya sebatas membaca kisah hidup beliau melalui buku-buku sejarah, maka kita tidak akan mengetahui kehidupan pribadi beliau—yang bagi sebagian orang cukup menarik untuk dibahas.
Berikut sekelumit fakta menarik tentang salah satu Pahlawan Revolusi termuda ini:

  • Meskipun lahir sebagai anak keturunan Minahasa – Perancis – Belanda, tapi Pierre fasih berbahasa Jawa lho… (mungkin karena masa kecil sampai remajanya dihabiskan di Semarang).
  • Nama ‘Pierre’ diambil dari nama kakeknya, Pierre Albert, yaitu ayah dari ibunya. Sedangkan nama ‘Andries’ diambil dari nama kakeknya yang berasal dari pihak ayahnya.
  • Beliau memiliki warna rambut coklat (menurut hasil visum dokter).
  • Pierre berasal dari keluarga berada. Ayah Pierre adalah dokter yang bertugas di beberapa rumah sakit di daerah Jakarta, Tasikmalaya, Bandung dan Semarang.
  • Meskipun dari keluarga mampu, tapi Pierre kecil tidak pernah mau memakai sepatu saat bersekolah. Ia melakukannya karena ingin merasa senasib dengan teman-teman sekolahnya yang juga tidak memakai sepatu karena mereka berasal dari keluarga tidak mampu (berdasarkan kesaksian seorang tokoh perjuangan, Bpk. Hartadi).
  • Pierre kecil suka menanam ubi, pepaya dan sayur-sayuran di halaman rumahnya.
  • Beliau adalah sosok yang rendah hati, sederhana, tenang namun ramah.
  • Pierre mulai tertarik untuk masuk dunia militer saat duduk di bangku SMA, dan kakaknya sangat mendukungnya saat itu.
Pierre Tendean saat SMA
  • Karakter Pierre yang rela berkorban sepertinya sudah tampak sejak kecil. Saat SMA pun, ia tetap menunjukkan perilaku yang sama tatkala tanpa sengaja terlibat perkelahian antar pemain di klub volley yang diikutinya. Perkelahian yang mengundang kedatangan polisi itu membuat Pierre ikut digiring ke kantor polisi (padahal saat polisi datang banyak teman-temannya yang melarikan diri, tapi beliau tidak melakukannya karena merasa ikut bertanggungjawab atas perkelahian yang terjadi). Setelah di kantor polisi pun Pierre bersikeras tidak ingin ayahnya yang merupakan dokter terpandang itu ikut campur untuk membebaskannya. Meskipun saat itu ayahnya sudah tiba di kantor polisi tapi ia tidak mau polisi mengetahui bahwa ia adalah anak dari dr.Tendean, karena bila mereka mengetahuinya maka ia pasti akan segera dibebaskan, sementara tidak dengan teman-temannya saat itu. Maka pulanglah sang ayah kembali ke rumah, dan Pierre bersama teman-temannya harus menerima pendisiplinan berupa nasihat dan ceramah dari pihak kepolisian sebelum akhirnya diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing.
  • dr. Tendean sebenarnya ingin anak laki-laki satu-satunya itu mengikuti jejaknya sebagai dokter, namun nyatanya Pierre justru mendaftar dan diterima sebagai taruna Akademi Militer Jurusan Teknik (Akmil Jurtek) di Bandung pada bulan November 1958.
Pierre Tendean saat menjadi taruna Atekad
  • Pierre tergabung dalam corps Zeni yang memiliki 9 tugas pokok yaitu: konstruksi, destruksi, rintangan, samaran, penyeberangan, penyelidikan, perkubuan, penjinakan bahan peledak dan nuklir biologi kimia pasif. Dalam karirnya di kemudian hari, beliau termasuk dalam zeni tempur yang maju di garis depan pertempuran.
  • Pierre biasa mengirimkan kabar pada kedua orang tuanya berupa surat dengan menggunakan kartu pos. Salah satu surat yang pernah dikirimnya tertanggal 27 Desember 1958 berbunyi sebagai berikut:
Surat yang ditulis Pierre untuk orang tuanya

  • Saat menjadi taruna, Pierre tergabung dalam first team basket dan tenis taruna akademi yang selalu mengikuti Pekan Olah Raga Antar Akademi setiap tahunnya. Nampak bahwa prestasi olahraga Taruna Akmil Jurtek (Atekad) menonjol, khususnya tim basketnya, para pemain tenisnya dan pemain anggarnya.
  • Keaktifannya dalam tim olahraga inilah yang membuatnya populer di kalangan wanita, selain karena wajahnya yang memang tampan khas pria blasteran. Maka muncullah sebutan untuknya: ‘Robert Wagner dari Bumi Panorama’, mengacu pada aktor tampan yang populer di era 50-an.
  • Ketika masih menjalani pendidikan, yakni pada waktu masih menjadi Kopral Taruna, Pierre telah diikutkan dalam operasi militer untuk menumpas pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI Permesta) di Sumatra. Sebagai taruna Atekad, ia ditempatkan dalam kesatuan Zeni Tempur Operasi Saptamarga.
  • Pierre dilantik menjadi letnan dua pada pelantikan taruna Akademi Militer Jurusan Teknik Bandung di Yogyakarta, 19 Desember 1961 oleh Presiden Soekarno.
Pierre saat pelantikan taruna Atekad bersama keluarganya
  • Setelah lulus, Pierre diangkat menjadi Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2/Daerah militer (Dam) II Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan. Di tempat inilah Pierre mengenal Rukmini Chaimin, yang kemudian menjadi kekasihnya hingga maut menjemput.
  • Pada 1963 Pierre mengikuti pendidikan intelijen karena akan ditugaskan untuk melakukan penyusupan ke daerah konflik, saat Indonesia mengadakan politik konfrontasi dengan Malaysia (masa Dwikora). Dalam melaksanakan tugas ini ia diperbantukan pada Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat yang bertugas di garis depan.
  • Ada kisah menarik dari pengalaman beliau menjadi agen intelijen ini. Dua tahun lamanya Pierre ditempatkan di garis depan dan selama masa itu 3 kali ia melakukan penyusupan ke daerah Malaysia. Pertama kali ia memasuki daerah Malaysia dengan menyamar sebagai wisatawan. Dalam penyusupan ketiga, di tengah laut ia dikejar oleh kapal destroyer Inggris. Dengan cepat ia membelokkan speedboat-nya dan secara diam-diam ia menyelam ke dalam laut. Sesudah itu ia berenang menuju sebuah perahu nelayan. Agar tidak diketahui oleh pengemudi perahu, dengan sangat hati-hati ia bergantung di bagian belakang perahu sementara seluruh badannya dibenamkan ke air. Speeadboat-nya kemudian diperiksa oleh pasukan patroli Inggris. Mereka hanya menemukan seorang pengemudi yang tidak menimbulkan kecurigaan apa-apa sehingga akhirnya speadboat itu dibiarkan berlayar kembali. Dengan cara demikian Pierre terhindar dari penangkapan.
  • Melihat tugas putranya yang sangat membahayakan keselamatan jiwa, sang ibu merasa keberatan jika Pierre tetap berada di garis depan pertempuran. Maka dimintanya Pierre untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan merekomendasikannya kepada petinggi TNI-AD sebagai staf.
  • Keputusan itu mengundang minat 3 orang perwira tinggi TNI yaitu Jenderal Abdul Harris Nasution, Jenderal Hartawan dan Jenderal Dandi Kadarsan untuk menjadikannya ajudan.
  • Terhitung sejak 15 April 1965, Pierre akhirnya terpilih menjadi ajudan dari Jenderal A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/ Kepala Staff ABRI.
  • Selain tugas pokoknya sebagai petinggi TNI, Pak Nasution kerap pergi ke kampus-kampus untuk memberikan ceramah umum di hadapan para mahasiswa/i. Pierre pun ikut mendampingi Pak Nasution. Nah, karena penampilan fisiknya yang menarik, maka para mahasiswi yang mengikuti kuliah akbar Pak Nasution menjadi tidak fokus pada ceramah yang disampaikan Pak Jenderal. Alih-alih memperhatikan si penceramah, para mahasiswi ini justru lebih memperhatikan sosok yang mendampingi Pak Nasution. Mereka sampai mengeluarkan pernyataan “Telinga kami untuk Pak Nas, tapi mata kami untuk ajudannya”. :D
Pierre Tendean mendampingi Jenderal AH Nasution, 30 September 1965
  • Namun ternyata Pierre kurang begitu menyukai jabatannya sebagai ajudan karena pada dasarnya ia lebih menyukai bertugas di daerah pertempuran. Oleh karena itu ia berniat  mengajukan diri meminta jabatan yang baru setahun setelah bertugas sebagai ajudan.
  • Pierre memiliki adik perempuan bernama Rooswidiati yang menikah dengan Jusuf Razak pada bulan Juli 1965. Saat itu Pierre pulang ke Semarang dan keluarga Jenderal Nasution juga hadir di pernikahan itu. Saat ini Ibu Rooswidiati menjadi salah satu Pembina Yayasan Sayap Ibu di Jakarta dan bertempat tinggal di Cinere.
Pierre Tendean di pernikahan adiknya, Juli 1965
  • Pierre dikenal cukup dekat dengan kedua anak Jenderal Nasution, dan ia berfoto bersama Ade Irma Suryani Nasution tepat seminggu sebelum kejadian G30S (firasatkah?).
Pierre Tendean dan Ade Irma Suryani Nasution
Memang tidak banyak fakta yang bisa diperoleh tentang Pierre Tendean, mengingat masa hidupnya yang terbilang singkat :’(
Yang pasti beliau patut dijadikan teladan bagi anak muda di era modern sekarang ini, baik dari segi karakter, sifat dan perjuangannya.
Selamat jalan pahlawanku yang tampan!